Profil Desa Cikura
Ketahui informasi secara rinci Desa Cikura mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Desa Cikura, Bojong, Tegal, pusat wisata religi dengan Ponpes At-Tauhidiyyah & Haul KH. Armia (Cikuranan). Unggul industri tempe. Luas 2,79 km², 1.440 KK (2023). Harmoni spiritual & ekonomi, kental gotong royong. Potensi besar untuk terus berkembang.
-
Wisata Religi
Ditandai dengan keberadaan Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah yang bersejarah (berdiri 1880), makam dan Haul KH. Armia (Cikuranan) yang menarik puluhan ribu pengunjung, serta kuatnya atmosfer kehidupan agamis
-
Ekonomi Lokal
Memiliki industri rumahan tempe yang dikenal (khususnya di Dusun Blanten) dan potensi pengembangan UMKM lain seiring dengan statusnya sebagai desa wisata, didukung oleh semangat gotong royong masyarakat
-
Spiritual yang Kuat
Kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam dan tradisi pesantren, serta memelihara semangat gotong royong dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari

Desa Cikura, sebuah nama yang mungkin belum begitu menggema di kancah nasional, namun menyimpan pesona spiritual dan potensi ekonomi yang terus berdenyut di Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini dikenal luas sebagai salah satu pusat wisata religi penting di wilayah Tegal, berkat keberadaan Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah yang bersejarah. Lebih dari itu, Cikura juga menunjukkan geliat ekonomi lokal melalui industri rumah tangga dan semangat gotong royong warganya yang masih kental.
Berada di jalur yang menghubungkan kawasan dataran rendah dengan perbukitan khas Kabupaten Tegal, Desa Cikura menawarkan suasana yang relatif sejuk dan tenang. Secara administratif, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tegal tahun 2023, Desa Cikura memiliki luas wilayah 2,79 km². Desa ini menjadi tempat tinggal bagi 1.440 Kepala Keluarga (KK) per tahun 2023, yang terdiri dari 1.211 KK dengan kepala keluarga laki-laki dan 229 KK dengan kepala keluarga perempuan. Data dari Wikipedia menyebutkan jumlah penduduk mencapai 4.731 jiwa, meskipun tahun pendataannya tidak dirinci secara spesifik. Kehidupan masyarakatnya tidak lepas dari nilai-nilai agamis yang kuat, selaras dengan citra desa sebagai destinasi wisata religi.
Kantor Pemerintahan Desa Cikura berlokasi di Jalan Raya Cikura RT 04 RW 01, menjadi pusat pelayanan administrasi dan koordinasi pembangunan bagi masyarakat setempat. Informasi mengenai Kepala Desa yang menjabat per Juni 2025 belum dapat dipastikan secara definitif dari data publik termutakhir. Berdasarkan catatan pelantikan pada Desember 2017, jabatan Kepala Desa Cikura diamanatkan kepada Bapak Rokhimat. Mengingat regulasi masa jabatan kepala desa, telah dimungkinkan terjadinya pergantian kepemimpinan melalui proses pemilihan kepala desa yang berlangsung secara periodik.
Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah
Daya tarik utama dan menjadi identitas kuat Desa Cikura adalah keberadaan Pondok Pesantren (Ponpes) At-Tauhidiyyah. Didirikan pada sekitar tahun 1880 oleh Kiai Haji (KH) Armia bin Kurdi, ponpes ini merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tertua dan paling berpengaruh di Kabupaten Tegal. Nama KH. Armia begitu dihormati, tidak hanya sebagai pendiri ponpes tetapi juga sebagai salah satu dari "Tujuh Wali Cikura" yang diyakini masyarakat setempat sebagai tokoh penyebar ajaran Islam di kawasan tersebut.
Sejarah panjang Ponpes At-Tauhidiyyah telah melahirkan ribuan santri yang datang dari berbagai daerah untuk menimba ilmu agama. Pengajaran di ponpes ini tidak hanya terfokus pada ilmu-ilmu keislaman klasik, tetapi juga pada pembentukan karakter dan akhlak para santri. Keberadaan ponpes ini memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan sosial, budaya dan ekonomi Desa Cikura. Atmosfer religius sangat terasa di desa ini, dengan berbagai kegiatan keagamaan yang rutin dilaksanakan dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Tegal, melihat potensi besar yang dimiliki, secara resmi menetapkan Ponpes At-Tauhidiyyah di Cikura sebagai salah satu destinasi wisata religi di Kabupaten Tegal pada Januari 2018. Penetapan ini dilakukan oleh Bupati Tegal saat itu, Almarhum Ki Enthus Susmono. Langkah ini bertujuan untuk lebih memperkenalkan kekayaan spiritual dan budaya yang ada di Cikura, sekaligus diharapkan dapat meningkatkan partisipasi warga sekitar dalam pengelolaan dan pengembangan potensi wisata, yang pada gilirannya dapat membantu perekonomian masyarakat.
Salah satu agenda besar yang menjadi magnet bagi peziarah dan wisatawan religi adalah peringatan Haul Syaikh Armia. Kegiatan yang dikenal dengan sebutan "Cikuranan" ini rutin diadakan setiap tanggal 27 Syuro (Muharram dalam kalender Hijriyah). Puluhan ribu pengunjung, baik dari Tegal, berbagai daerah di Indonesia, bahkan menurut beberapa sumber hingga dari luar negeri, tumpah ruah di Desa Cikura untuk mengikuti rangkaian acara haul, mengenang perjuangan Syaikh Armia dalam menyebarkan syiar Islam, khususnya ilmu tauhid.
Momen Cikuranan ini tidak hanya menjadi ritual keagamaan tetapi juga menjadi ajang silaturahmi akbar dan membawa berkah ekonomi bagi warga sekitar melalui berbagai aktivitas perdagangan temporer.
Selain kegiatan haul, pengajian rutin juga menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut kehidupan di Ponpes At-Tauhidiyyah. Pengajian yang terbuka untuk umum biasanya diselenggarakan pada malam Senin dan malam Kamis, menjadi sarana bagi masyarakat luas untuk memperdalam ilmu agama dan mendapatkan pencerahan spiritual dari para kiai dan ulama penerus KH. Armia. Ponpes ini juga terus berkembang, seperti yang ditandai dengan wisuda perdana Ma`had Aly Attauhidiyyah pada Februari 2025, menunjukkan komitmennya dalam penyelenggaraan pendidikan Islam tingkat tinggi.
Industri Tempe dan Potensi Lainnya
Di samping sebagai pusat spiritual, Desa Cikura juga memiliki potensi ekonomi yang beragam, salah satunya adalah industri rumahan tempe. Dusun Blanten di Desa Cikura dikenal sebagai salah satu sentra produksi tempe yang cukup dikenal di lingkungan sekitarnya. Keberadaan para perajin tempe ini telah berlangsung turun-temurun dan menjadi salah satu penopang ekonomi keluarga di dusun tersebut. Meskipun berskala industri rumahan, kualitas tempe dari Blanten memiliki tempat tersendiri di hati konsumen. Studi mengenai persaingan strategi pemasaran antara perajin tempe tradisional dan modern di Dusun Blanten menunjukkan adanya dinamika ekonomi yang menarik di tingkat akar rumput.
Secara umum, Kecamatan Bojong, di mana Desa Cikura berada, memiliki lahan yang sebagian besar dimanfaatkan untuk pertanian. Data Statistik Daerah Kecamatan Bojong tahun 2015 (meskipun perlu pembaruan) menunjukkan bahwa sekitar 52,12% lahan di kecamatan tersebut merupakan lahan sawah. Potensi pertanian ini, jika dikelola dengan optimal di tingkat desa, tentu dapat memberikan kontribusi signifikan bagi ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat Cikura. Namun, data spesifik mengenai luas lahan pertanian dan komoditas unggulan di Desa Cikura belum banyak terpublikasi.
Keberadaan Desa Cikura sebagai destinasi wisata religi juga membuka peluang bagi pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lainnya. Selain produk makanan seperti tempe, potensi pengembangan cinderamata khas, produk olahan hasil pertanian lokal, serta jasa akomodasi dan kuliner bagi para peziarah dan wisatawan dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat. Peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menjadi krusial dalam mengorganisir dan mengembangkan potensi-potensi ekonomi ini. Laman Sistem Informasi Desa (SIDesa) Provinsi Jawa Tengah mencatat bahwa Desa Cikura memiliki BUMDes, meskipun status klasifikasinya belum terisi. Pengembangan BUMDes yang aktif dan inovatif dapat menjadi motor penggerak ekonomi desa.
Kehidupan Sosial Budaya dan Semangat Gotong Royong
Kehidupan sosial budaya masyarakat Desa Cikura tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kuat nilai-nilai Islam yang berpusat di Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah. Tradisi keagamaan, seperti pengajian, perayaan hari besar Islam, dan haul, menjadi bagian integral dari kalender sosial masyarakat. Norma dan etika yang bersumber dari ajaran agama mewarnai interaksi sosial sehari-hari.
Salah satu nilai luhur yang masih terjaga dengan baik di Desa Cikura adalah semangat gotong royong. Berdasarkan penelitian, masyarakat Desa Cikura dikenal memiliki antusiasme tinggi dalam kegiatan gotong royong, seperti dalam membangun rumah warga, memperbaiki infrastruktur jalan desa, dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. Solidaritas sosial ini menjadi modal penting dalam pembangunan desa dan dalam menghadapi berbagai tantangan bersama.
Lembaga-lembaga kemasyarakatan, baik formal maupun informal, turut berperan dalam menjaga harmoni sosial dan mendorong partisipasi warga dalam pembangunan. Selain lembaga keagamaan yang berpusat di ponpes, organisasi kepemudaan, kelompok tani, dan kelompok pengajian ibu-ibu juga menjadi wadah bagi warga untuk beraktivitas dan berkontribusi.
Infrastruktur dan Upaya Pembangunan Desa
Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu fokus penting dalam upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat desa. Data dari Statistik Daerah Kecamatan Bojong tahun 2015 menunjukkan bahwa sekitar 70,59% jalan di wilayah Kecamatan Bojong sudah beraspal. Namun, data tersebut juga menyebutkan bahwa fasilitas kesehatan di tingkat kecamatan masih perlu ditingkatkan. Ketersediaan infrastruktur dasar seperti jalan yang baik, akses air bersih, sanitasi yang layak, serta fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai di Desa Cikura merupakan prasyarat untuk kemajuan desa.
Pemerintah Desa Cikura, dengan dukungan dana desa dan sumber pendanaan lainnya, terus berupaya melakukan pembangunan. Program-program pembangunan desa umumnya diarahkan untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat, baik melalui pembangunan fisik maupun pemberdayaan sumber daya manusia. Prioritas penggunaan dana desa, sebagaimana diatur oleh pemerintah pusat dan daerah, biasanya mencakup penanganan kemiskinan, peningkatan layanan dasar, pengembangan potensi ekonomi lokal, dan pemeliharaan infrastruktur.
Salah satu contoh konkret dukungan terhadap pembangunan di Cikura adalah bantuan untuk pembangunan Masjid Syekh Armia. Pada tahun 2019, Perhutani menyerahkan bantuan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) untuk pembangunan masjid ini, menunjukkan adanya sinergi antara berbagai pihak dalam mendukung kemajuan desa.
Ke depan, pengembangan infrastruktur pendukung pariwisata religi, seperti perbaikan akses jalan menuju ponpes, penyediaan area parkir yang representatif, fasilitas toilet umum yang bersih, serta pusat informasi bagi wisatawan, perlu menjadi perhatian. Peningkatan kualitas infrastruktur ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan lebih bagi para pengunjung dan semakin mengukuhkan status Desa Cikura sebagai destinasi wisata religi unggulan.
Pemerintah Kabupaten Tegal, melalui Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga, juga memiliki peran strategis dalam mempromosikan dan mengembangkan potensi wisata religi di Cikura. Strategi komunikasi yang efektif dan berkelanjutan diperlukan untuk menjangkau calon wisatawan yang lebih luas, baik domestik maupun mancanegara.
Tantangan dan Prospek Masa Depan
Meskipun memiliki potensi yang besar, Desa Cikura juga dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satunya adalah bagaimana mengelola dampak dari status sebagai desa wisata religi agar memberikan manfaat ekonomi yang maksimal bagi masyarakat lokal secara berkelanjutan, tanpa mengesampingkan nilai-nilai spiritual dan kelestarian lingkungan. Pengelolaan sampah, terutama saat acara besar seperti Cikuranan, menjadi isu yang perlu ditangani dengan serius.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan juga menjadi kunci agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif dan mengambil manfaat dari berbagai peluang yang ada, khususnya di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Selain itu, diversifikasi produk UMKM dan peningkatan standar kualitas juga perlu didorong agar memiliki daya saing yang lebih tinggi.
Keterbatasan data publik yang terperinci dan termutakhir mengenai beberapa aspek desa, seperti Indeks Desa Membangun (IDM) spesifik, menjadi catatan tersendiri. Ketersediaan data yang akurat dan mudah diakses sangat penting untuk perencanaan pembangunan yang lebih tepat sasaran.
Namun demikian, dengan modal sosial berupa semangat gotong royong yang tinggi, warisan spiritual yang kuat dari Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah, serta potensi ekonomi yang terus berkembang, Desa Cikura memiliki prospek masa depan yang cerah. Sinergi antara pemerintah desa, pengelola pondok pesantren, tokoh masyarakat, pelaku usaha, dan seluruh elemen warga menjadi kunci utama untuk mewujudkan Desa Cikura yang tidak hanya maju secara spiritual dan ekonomi, tetapi juga sejahtera dan berdaya saing. Terus menggali dan mengembangkan potensi yang ada, sambil tetap menjaga kearifan lokal dan nilai-nilai luhur, akan membawa Desa Cikura menuju kemajuan yang berkelanjutan.